PEKANBARU - Saksi Ahli Pertanahan dihadirkan dalam lanjutan sidang Perbuatan Melawan Hukum dengan Nomor Perkara 150/Pdt.G/2022/PN Pbr antara pihak Penggugat (Keluarga Alm. Yasman) dengan V Tergugat yang terdiri dari Tergugat I. Agus Salim, Tergugat II. Yurni Elok, Tergugat III. Desi Ratnasari, Tergugat IV. Pemko Pekanbaru, dan Tergugat V. BPN Pekanbaru terkait Kepemilikan/Pengelolaan Pasar Selasa Panam.
Dari pantauan awak media didalam ruang persidangan Prof. R. Soebekti, SH, Rabu (05/10/2022) pihak Penggugat diwakili 2 (dua) orang pengacaranya, Refranto Lanner Nainggolan, SH dan Agus Tri Khoiruddin. Sementara dari V pihak Tergugat hanya diwakili oleh Pengacara Tergugat I, II dan III. Sementara, Tergugat IV dan V tidak hadir dalam persidangan tersebut yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Dahlan bersama 2 (dua) orang wakilnya.
Saksi Ahli Hukum Pertanahan, DR. Dayat Limbong, SH.,M.Hum menyampaikan bahwa Pemerintah tidak bisa semerta merta mengambil hak masyarakat yang memiliki surat dasar atau alas hak tanpa melakukan ganti rugi.
" Saya melihat, Surat Keputusan Hak Pengelolaan Lahan (SK HPL) milik Pemerintah tak kunjung didaftarkan di kantor BPN karena adanya kekurangan persyaratan. Jadi, kalau kekurangan persyaratan yang tidak memenuhi syarat, maka BPN akan menolak dan tidak mengeluarkan sertfikat. Sebaliknya, jika semuanya bisa dipenuhi maka BPN akan mengeluarkan sertifikat," sampaikan DR. Dayat Limbong kepada awak media.
Lanjut ahli pertanahan tersebut, seharusnya Pemerintah ganti rugi ke pihak penggugat selaku pemegang surat dasar atau alas hak terkait objek perkara (Pasar Selasa Panam). sambungnya.
Magister Hukum (S2) ini juga mengungkapkan, bahwa menurut Peraturan Menteri ATR/BPN RI Nomor 18 Tahun 2021 Pasal 201 Ayat 1 menyatakan bahwa SK HPL mempunyai Limit waktu pendaftaran HAK selama 6 (Enam) Bulan. Jika tidak dipenuhi, maka SK HPL tersebut Batal Demi Hukum sesuai dengan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 18 Tahun 2021 Pasal 200 Ayat 2.
" SK HPL Pemerintah yang tak kunjung selesai didaftarkan dan tak terpenuhi persyaratan, seharusnya secara otomatis cacat administrasi dan batal Demi Hukum. Karena, Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 18 Tahun 2021 sudah jelas tertulis, limit waktu SK HPL selama 6 (Enam) bulan. Lewat dari 6 (Enam) Bulan, SK HPL yang tak terpenuhi persyaratan cacat administrasi dan batal Demi Hukum," kata Dayat Limbong.
Disini, Surat pernyataan penguasaan fisik dan surat peralihan ganti rugi tidak diselesaikan. Seharusnya, Pemko membayar ganti rugi ke Penggugat, barulah objek (Pasar) bisa dikuasai sesuai dengan Pasal 33 dikatakan, Bumi, Air dan Kekayaan Alam yang terkandung didalamnya yang dikelola oleh Negara. Sementara itu, didalam persidangan Pemko tidak ada membayar ganti rugi dengan SK HPL yang telah cacat dan batal demi hukum. Ungkapnya.
Disini menurut Ahli Pertanahan tersebut, BPN kota Pekanbaru bukanlah yang mengodok/menggoreng dari awal sampai akhir. Melainkan, adanya oknum yang mengodok/menggoreng diawal seperti Kepala Desa, Camat, PPAT, Notaris. Setelah di pertengahan barulah di Badan Pertanahan.
" Jadi, disini yang sangat dirugikan adalah pemegang surat dasar atau alas hak (Penggugat), karena tidak mendapatkan ganti rugi sesuai dengan objek perkara (Pasar)," Pungkas DR. Dayat Limbong. ***