www.persnews.my.id,makassar,|
Sebagaimana Bungkarno melihat persoalan Agraria dalam penderitaan rakyat Nusantara terutama tanah Jawa dalam menghadapi penjajahan Colonial Belanda yang dikemukakan dalam Buku Dibawa Bendera Revolusi "Dimanakah Kekuatan yang menghancurkan segala hal yang melawan, hal 23, Dibawa Bendera Revolusi 1996.
Konflik Agraria tidak juga selesai hingga di 17 Agustus 1945, juga diera orde lama tetapi juga orde baru bahkan Reformasi 1998, Perampasan lahan justru meningkat tajam dan menciptakan penderitaan atas hak-hak Adat. Bahkan diera Disentralisasi Asimetris (Era Otonomi Daerah).
Hak-hak Adat yang penting dalam hak dan kewajiban dalam objek vital peternakan, perikanan dan perkembunan bahkan keseluruhan Ekologis menjadi tantangan Imprealisme dalam wajah teknologi Globalisasi menimbulkan juga konflik-konflik kombatan di daerah-daerah kekhususan.
Hak-hak Agraria yang tersingkir dan tidak serius diperhatikan hak-hak Adat di Kabupaten Paniai. Lahan warga Madi digunakan sebagai tata kota tetapi berbagai perjanjian di abaikan.
Pengabaian tentang hak-hak Adat dialami di 7 (Wilayah Adat) tetapi di mayoritas Masyarakat Adat Nusantara. Mestinya diberdayakan bukan masyarakat Imprealisme berwajah Global harus menjadi konsentrasi serius Negara.
Adanya kegelisahan yang di Ungkapkan oleh Warga Madi yang diwawancarai langsung bernama Markus Adii yang mengungkapkan bahwa hak-hak warga Adat yang diabaikan Bupati Kabupaten Paniai Meki Nawipa. Tak ada perhatian yang serius selama kepemimpinannya.
Penulis Yosep Adii Akademisi dan Aktif di Aliran Masyarakat Adat Papua ( A M A P )