Postingan

PENANDATANGANAN KESEPAKATAN BERSAMA DAN PERJANJIAN KERJA SAMA PROGRAM PENGENDALIAN TERPADU HIV DAN AIDS DI KOTA YOGYAKARTA

Persnews
makassar,sul,sel,|

Reporter: K. Herman S.

Yogyakarta,  - Penandatanganan Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Kerja Sama Program Pengendalian Terpadu HIV dan AIDS di Kota Yogyakarta antara Pemerintah Kota Yogyakarta dan UPKM/CD Bethesda YAKKUM dilaksanakan pada Rabu, 25 Januari 2023. Kegiatan yang dilaksanakan di Ruang Rapat Bima Kompleks Balaikota Yogyakarta tersebut dihadiri juga oleh Ketua DPRD Kota Yogyakarta Danang Rudyatmoko, perwakilan OPD, Puskesmas, Kelurahan, Warga Peduli AIDS (WPA) dan LSM Peduli HIV di Kota Yogyakarta.


Wahyu Priyo Saptono, S.Pd., MPD Direktur UPKM/CD Bethesda YAKKUM menyambut baik kesepakatan kerjasama program pengendalian terpadu HIV dan AIDS di kota Yogyakarta dan harapan ke depan bisa memenuhi target pengendalian yang diharapkan dan dapat mengurai permasalahan yang ada.


Penandatanganan Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Kerja Sama ini menjadi salah satu momen penting sebagai dasar pelaksanaan Program Pengendalian Terpadu HIV dan AIDS di Kota Yogyakarta periode 2023 – 2025 yang merupakan kelanjutan program serupa yang telah dilaksanakan oleh UPKM/CD Bethesda YAKKUM pada periode 2019 – 2022," ungkap Pj. Walikota Yogyakarta Sumadi, SH., MH. dalam sambutannya usai menandatangani kesepakatan bersama.

 

Latar belakang program ini dilaksanakan adalah bahwa HIV dan AIDS masih menjadi tantangan tersendiri di Indonesia, terutama untuk mencapai Three Zeros di tahun 2030 yaitu eliminasi infeksi baru HIV, eliminasi kematian karena AIDS, serta eliminasi diskriminasi terhadap ODHIV. Untuk menghentikan epidemi AIDS maka dunia, termasuk Indonesia mentargetkan 95 – 95 – 95, yaitu pada tahun 2030: 95% orang terinfeksi HIV sudah terdiagnosis, 95% orang dengan diagnosis infeksi HIV mendapatkan terapi antiretroviral, dan 95% orang dengan terapi antiretroviral sudah mengalami supresi virus (virus sangat rendah untuk mengurangi risiko penularan). Secara nasional, sejak pertama kali ditemukan 1 April 1987 sampai dengan Juni 2022, jumlah kasus HIV dan AIDS adalah 519.158 kasus dengan faktor risiko tertinggi pada heteroseksual (hubungan seks antara laki-laki dan perempuan) yaitu sebanyak 28,1% dari total keseluruhan kasus. 

Sementara itu jumlah kumulatif kasus di DIY dari tahun 1993 sampai dengan bulan Juni 2022, untuk HIV sejumlah 6.214 kasus dan AIDS sejumlah 1966 kasus. Berdasarkan faktor resiko,  distribusi kasus HIV tertinggi ditemukan pada kelompok heteroseksual sebesar 53%. Layanan mampu tes HIV pada tahun 2019 adalah di RS Sardjito, semua puskesmas di DIY, semua RSUD dan beberapa RS Swasta di DIY yaitu sebanyak 161 layanan, sedangkan  jumlah layanan PDP di tahun 2021 adalah 42 layanan (sumber : Dinas Kesehatan DIY). Sedangkan di Kota Yogyakarta dari tahun 2004 – September 2022, jumlah total kasus HIV adalah 1492, sedangkan kasus AIDS adalah 309. Jumlah kasus baru untuk HIV tahun 2022 adalah 71 kasus dan AIDS 5 kasus. Berdasarkan sumber dari SIHA 1.7  bulan September 2022, kelompok berisiko yang mendapatkan tes HIV : Wanita Pekerja Seks (WPS) sebanyak 27,56%, Lelaki Seks Lelaki (LSL) 58,75%, Waria 45,73%, Pengguna Napsa Jarum Suntik (Penasun)192,1% dan Warga Binaan Pemasyarakatan (WPB)19,42%. Kemudian untuk capaian ODHIV yang mendapatkan Anti Retroviral Therapy (ART) adalah 61,51%, ODHIV baru memulai ART baru 47,19%, ODHIV yang di tes Viralload 3,79%, Lelaki Seks Lelaki (LSL) yang memulai Prep 33,87%, kelompok WPS dan Ibu Hamil yang di tes HIV sebanyak 70,22%," terang Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta drg. Emma Rahmi Aryani, M.M.


Kasus yang dilaporkan ini tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV dan AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es (iceberg phenomenon). Artinya banyak kasus yang belum terungkap ke permukaan oleh karena berbagai kendala dalam penemuan kasus, antara lain karena masih tingginya stigma di masyarakat terhadap orang yang terinfeksi HIV. Salah satu hasil analisis program HIV dan Penyakit Infeksi Menular Seksual (PIMS) pada periode 2015-2019 yang dilakukan Kementerian Kesehatan, menunjukkan intervensi lebih terfokus pada populasi kunci, sedangkan 68% ODHIV merupakan populasi non kunci. Oleh sebab itu, pemerintah mengupayakan melakukan intervensi di luar populasi kunci seperti pada pasangan ODHIV, pasien TBC, pasien IMS, ibu hamil, pasien hepatitis dan pelanggan seks.

Kementerian Kesehatan mengeluarkan kebijakan deteksi pada ibu selama kehamilan untuk mencegah infeksi HIV, Sifilis, dan Hepatitis B pada anak dari ibunya saat kehamilan, persalinan, dan menyusui. Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) yang diintegrasikan dengan upaya eliminasi HIV, Sifilis kongenital dan Hepatitis B pada ibu hamil yang disebut “Triple Eliminasi”. Program ini dilaksanakan mengingat kejadian penularan ketiga penyakit ini dari ibu ke anak cukup tinggi, yaitu penularan HIV sebesar 20-45%, penularan Sifilis sebesar 68-80%, dan penularan Hepatitis B sebesar 90-95%. Tiga target dampak (impact) yang hendak dicapai oleh pemerintah Indonesia pada 2024 yaitu: 1) Infeksi baru HIV dari 0,24 pada tahun 2020 berkurang menjadi 0,18 per 1000 penduduk; 2. Infeksi baru HIV dan Sifilis pada anak mencapai kurang dari atau sama dengan 50/100.000 pada 2022; dan 3. Infeksi Sifilis menjadi 5,3 per 1.000 penduduk tidak terinfeksi atau penurunan 30% di tahun 2024.


Dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan, pemerintah berkomitmen bersama masyarakat untuk meningkatkan pengobatan ODHIV sampai dengan 60% pada tahun 2024. Selain itu, dengan adanya bukti bahwa pemberian ARV dapat mengendalikan HIV hingga tidak terdeteksi dan dapat memperbaiki kualitas hidup ODHIV serta menurunkan risiko penularan maka pemberian ARV dapat dilakukan di tingkat layanan kesehatan primer/Puskesmas oleh dokter sesuai dengan kewenangan dasar. Sejak tahun 2015, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan Layanan Komprehensif HIV dan IMS Berkesinambungan (LKB) sampai di tingkat Puskesmas. Melalui layanan LKB ini diharapkan akses layanan untuk konseling, pengambilan obat ARV dan layanan perawatan dapat terjamin, baik dari sisi geografis (lebih dekat), finansial dan sosial, termasuk bagi kebutuhan populasi kunci. Namun, belum semua layanan mampu menyelenggarakan LKB secara optimal sesuai dengan standar Kementrian Kesehatan. 

Tujuan umum Program Pengendalian Terpadu HIV dan AIDS adalah terwujudnya kontribusi terhadap program pencegahan terpadu infeksi baru HIV serta support untuk meningkatkan kualitas kesehatan dan hidup Orang dengan HIV (ODHIV) dan Orang yang Hidup dengan ODHIV (OHIDHA) di Kota Yogyakarta. Sedangkan tujuan khusus program adalah sebagai berikut : (1) Kota Yogyakarta meningkatkan alokasi anggaran untuk Program Pengendalian HIV dan AIDS dalam kebijakan pemerintah daerah; (2) Perawatan medis untuk ODHIV ditingkatkan; dan (3) Pemerintah Kelurahan dan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) secara aktif berkontribusi pada peningkatan program pencegahan HIV dan kondisi kehidupan umum ODHIV. Wilayah intervensi program ini adalah di empat kemantren dengan masing-masing terdiri dari dua kelurahan yaitu Kemantren Gedongtengen (Kelurahan Sosromenduran dan Pringgokusuman), Kemantren Tegalrejo (Kelurahan Bener dan Kricak), Kemantren Umbulharjo (Kelurahan Giwangan dan Warungboto) dan Kemantren Mantrijeron (Kelurahan Suryodiningratan dan Gedongkiwo). 

Sasaran langsung program adalah WPA di 8 kelurahan, Kelompok Dukungan Sebaya (KDS), ODHIV dampingan Yayasan Kebaya Yogyakarta, ODHIV, OHIDHA, Peer Group Siswa di SMA, Mahasiswa di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) dan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Ibu Rumah Tangga di 8 kelurahan serta Pekerja Seks di wilayah intervensi. Sasaran intermediaries adalah Lurah di 8 kelurahan, Tim AIDS di 6 layanan kesehatan (RS Bethesda, RS Jogja, Puskesmas Gedongtengen, Tegalrejo, Umbulharjo I dan Mantrijeron), Dinas Kesehatan, Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat. Selain itu beberapa sasaran tidak langsung dan stakeholder strategis adalah Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) / LSM Peduli HIV di Kota Yogyakarta, masyarakat umum di 8 kelurahan, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) DIY, anggota Polisi dan TNI, Lembaga Pendidikan Tingkat Menengah dan OPD terkait di Pemerintah Kota Yogyakarta. 

Program Pengendalian Terpadu HIV dan AIDS yang akan dilaksanakan dalam tiga strategi yaitu Pengendalian HIV secara Struktural, Pengendalian HIV secara Biomedical serta Peningkatan Kesadaran dan Kampanye HIV dan AIDS ini harapannya dapat memberikan kontribusi positif terhadap program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta. Melalui strategi pengorganisasian (membangun partisipasi, membangun kapasitas dan penguatan institusi, peningkatan kapasitas di dalamnya ada pertemuan rutin), pendidikan kesadaran di masyarakat, pendampingan dan konseling holistik (fisik, psikologis dan ekonomi), fasilitasi peralatan ODHIV/sarana prasarana, advokasi kebijakan sebagai payung hukum untuk peningkatan anggaran program pengendalian HIV dan AIDS serta networking, maka keberlanjutan program diharapkan dapat berlangsung. Dan dengan upaya komprehensif yang dilakukan serta sinergi antara OMS dengan Pemerintah Kota Yogyakarta maka target Three Zero HIV di Kota Yogyakarta harapannya dapat terwujud di tahun 2030," ungkap Ghanis Kristia, S.Si


H. Danang Rudyatmoko menyampaikan DPRD Kota menyambut baik kerjasama antara Dinkes Kota Yogyakarta dengan CD Bethesda sejalan dengan komitmen pemerintah kota dalam penurunan angka penderita HIV dan Aids

Posting Komentar